Tahun 1991, Pak Harto dan beberapa anggota keluarganya berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji atau Naik haji. Tentu saja ini tidak lazim. Empat tahun sebelumnya, tahun 1987, dia mengeluarkan buku Butir-butir Budaya Jawa. Buku ini dicetak dalam tiga bahasa: Jawa, Indonesia, dan Inggris. Buku ini sebagai penanda bahwa Pak Harto sesungguhnya bukanlah seorang Islam yang saleh. Dia masih begitu kental dengan dunia mistis Jawa. Menarik kemudian menghubungkan kepergiannya ke Makkah dengan peristiwa yang melatarbelakanginya.
Butir-butir Budaya Jawa itu ditulis oleh seorang “bapak” kepada “anak-anaknya”. Daniel Dhakidae (2003) mencatat buku ini boleh dikatakan sebagai ajaran Pak Harto dan terutama moral politik Orde Baru dan moral politik Pak Harto sendiri.
Segera setelah buku itu disebarkan ke seantero Nusantara, maka kita kemudian menyaksikan berlomba-lombanya para aparat negara meniru aksen Jawa Pak Harto , sehingga di satu tempat di Tapanuli kita mendengar sang pejabat berkata, “Mari kita entasken kemiskinan.”
Bagi Dhakidae hal ini bisa diterjemahkan sebagai perwujudan suatu ethno-nasionalisme Jawa dan juga penyebaran kebudayaan Jawa sehingga kemudian kita lihat keseiringan jalan antara suatu perkembangan kapital yang diterjemahkan dalam bidang birokrasi dan kebudayaan birokrasi sipil dan militer.
Tentu saja kita tidak serta-merta menganggap Pak Harto sudah meninggalkan kekagumannya pada mistisisme Jawa. Atau kita mengatakan bahwa dia bertambah saleh tahun lepas tahun. Namun, kita bisa mengatakan bahwa ada hal-hal yang mendasari tindakannya tersebut. Dengan demikian, pertanyaan kita kemudian: apa yang menyebabkan perubahan orientasi keagamaan Pak Harto dan dampak islamisasi masyarakat dan ruang publik Indonesia di tahun-tahun terakhir masa jabatannya?
Pak Harto adalah murid sejati Snouck Hurgronje. Salah satu “temuan” Snouck yang lalu disampaikannya kepada Belanda menyangkut tentang masyarakat Aceh adalah tentang pembedaan dua jenis Islam: Islam agama dan Islam politik. Snouck mengatakan, “Berikan kebebasan sebesar-besarnya kepada Islam agama dan agama Islam. Jangan menghalangi mereka yang akan beribadah ke tanah suci. Akan tetapi jangan memberikan ampun sekali-kali bilamana ketahuan bahwa itulah Islam politik dengan memangkasnya langsung ketika baru mekar”.
Sebelum tahun 80-an, Pak Harto melarang penggunaan jilbab pada semua level sekolah. Tidak ada halangan apa pun bagi Pak Harto untuk bertindak keras terhadap semua pelanggaran atas larangan itu. Pak Harto di tahun-tahun itu juga tidak memandang agama Islam, Islam agama dan Islam politik, sebagai sekutu yang mesti diajak bersama membangun bangsa.
Pak Harto sudah membangun pondasi yang sangat kuat bagi dirinya sendiri untuk bertindak “membangun” bangsa. Salah satunya adalah membuka keran investasi modal asing selebar-lebarnya segera setelah Sukarno berhasil disingkirkan. Salah satunya yang lain adalah penyebaran teror mahadahsyat dengan mengkambinghitamkan komunis sehingga siapa pun yang tidak segendang sepenarian dengannya akan dicap komunis lalu dengan begitu yang dicap itu kemudian “berhak” untuk dikirim ke liang kubur.
Berbeda dengan Sukarno yang di sisi kirinya berdiri partai-partai kiri sebagai pendukungnya, dan di sisi kanannya tentara sebagai pihak yang selalu mengusiknya dalam keterusterangan dan kesembunyian, Pak Harto tidak menyediakan sedikit tempat pun di sebelah kirinya untuk diisi oleh barisan oposisi. Dia hanya menyediakan kursi empuk di sisi kanannya untuk menikmati seluruh kekayaan Indonesia: keluarga dan kerabat-kerabatnya, militer, dan pengusaha Cina.
Sementara itu, Islam tidak dimasukkan dalam barisan. Hubungan yang terjalin di antara mereka adalah hubungan patron-klien: Pak Harto sebagai patronnya dan kerabat, militer, dan pengusaha sebagai kliennya.
Indonesia mengalami booming minyak 1970-an. Penguasa Pertamina saat itu adalah seorang perwira tinggi militer, Ibnu Sutowo. Laba penjualan minyak tidaklah mengalir ke kas negara karena menurut Harold Crouch, sumber dana terpenting bagi Angkatan Darat pada tahap awal Orde Baru adalah Pertamina.
Lebih lanjut Crouch menulis, Pertamina difungsikan oleh Angkatan Darat tidak hanya untuk dana operasional militer tetapi menjadi ajang bagi para perwira untuk memperkaya diri mereka sendiri. Sehingga ketika tahun 1975 Pertamina terkuak kebobrokannya dengan tidak mampu membayar kembali utang jangka pendeknya ke luar negeri berjumlah sekitar 1,5 miliar dolar, otonomi Ibnu Sutowo dalam mengelola Pertamina benar-benar roboh.
Peristiwa ini kemudian membuat beberapa perwira tinggi pensiunan angkatan darat melakukan kritik keras kepada Pak Harto , yang dikenal sebagai Petisi 50. Mereka mengkritik aksi korupsi massal di pemerintahan Pak Harto yang menganggap dirinya sebagai perwujudan Pancasila itu sendiri. Namun, kritik ini tidaklah serta-merta sebatas kritik. Ada sesuatu di belakang itu yang membuat beberapa jenderal pengkritik itu dengan segera bisa dihentikan oleh Pak Harto .
David Jenkins (2010) mencatat, para pengkritik itu, dengan mengecualikan beberapa nama di antara mereka, sesungguhnya barisan sakit hati karena tidak bisa lagi menikmati kejayaan seperti saat mereka menjabat. Terbukti kemudian ketika mereka ditawari satu posisi dengan sendirinya mereka diam melancarkan kritik.
Pak Harto yang menganggap selama ini masih didukung oleh kolega-koleganya sedang mendapat oposisi kekuasaan. Harga minyak dunia sudah turun. Dengan demikian Pak Harto kehilangan satu konsep yang dia gunakan selama ini: negara mampu melayani dirinya sendiri. Inilah kemudian yang membuat dia berpaling ke pihak yang selama ini dimusuhinya: Islam.
Dalam konteks inilah kita bisa membaca keberangkatan Pak Harto ke Makkah tahun 1991. Dia kemudian mencitrakan dirinya religius sehingga dengan demikian dia dipandang tidak seorang yang otoriter. Dia kemudian berdamai dengan NU dan mengizinkan intelektual-intelektual muslim mendirikan ICMI. Anak sekolah juga kemudian diizinkan memakai jilbab. Artinya, keberangkatan Pak Harto ke Makkah tidaklah didasari oleh kesalehan, namun ada faktor keterdesakkan yang dalam beberapa titik berbaur, bahkan melampaui kepentingan politik dan ekonomi.
Sumber: kumparan (hajinews)
Menjaga Mata dengan Makanan yang Sehat
14 Sep 2020 | 954 Kak Edi
Mata adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia, penglihatan yang tidak jelas tentu akan menjadi masalah yang sangat kronis. Kebanyakan orang memakai kacamata ketika mendapatkan ...
Awalnya Lima, Tahun Ini Kemiskinan Ekstrem di Jateng Bertambah Menjadi 19 Daerah
5 Mei 2022 | 435 Kak Edi
Target percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Jawa Tengah bertambah jumlahnya, dari 5 menjadi 19 daerah. Pemprov Jateng mengakui ada penambahan daerah kemiskinan ekstrem tersebut, ...
Ekspresi Orang Tua di Alam Kubur Ketika Diziarahi Anaknya
11 Jun 2022 | 528 Kak Edi
Ziarah kubur termasuk amalan yang dianjurkan dalam Islam, apalagi kepada orang tua atau kerabat. Ziarah berasal dari kata Zara-Yazuru-Ziyarah yang artinya berkunjung. Bagaimana ekspresi ...
Kita Harus Tetap Waspada Terhadap Virus Covid 19 Varian Baru
4 Okt 2021 | 777 Kak Edi
Pemerintah sampai saat ini tetap menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tetap menjaga imun tubuh dan mentaati protokol kesehatan agar penyebaran virus corona dapat di hentikan. ...
Hentikan Konsumsi Makanan ini Sebelum Ginjal Anda Hancur
13 Maret 2023 | 157 Kak Edi
Praktisi kesehatan dr. Zaidul Akbar menawarkan cara mengatasi gangguan ginjal sebelum menjadi parah. Cara termudah adalah menyingkirkan kebiasaan tertentu sesegera ...
20 Agu 2021 | 1407 Kak Edi
Tahun 1991, Pak Harto dan beberapa anggota keluarganya berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji atau Naik haji. Tentu saja ini tidak lazim. Empat tahun sebelumnya, tahun ...